DPR Minta Pemerintah Sinkronkan Aturan Energi
Komisi VII DPR meminta pemerintah untuk mempercepat sinkronisasi sejumlah peraturan di sektor energi demi meningkatkan iklim investasi.
Demikian dikatakan Ketua Komisi VII DPR saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah asosiasi yang bergerak di sektor energi yakni Indonesian Mining Association (IMA), Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan Indonesia Petroleum Association (IPA), di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/01).
"Kami sangat mengharapkan pemerintah dapat mempercepat sinkronisasi regulasi yang telah diterbitkan agar berbagai regulasi tersebut bisa segera diimplementasikan dan manfaatnya segera bisa dirasakan masyarakat,"jelas Rifky yang juga politisi dari F-PD itu..
Ia menambahkan, menurutnya sejumlah aturan di sektor energi yang harus segera disinkronisasikan adalah UU Migas, UU Minerba, UU Kehutanan, UU Perpajakan, UU Lingkungan Hidup, dan UU Tata Ruang.
Lebih lanjut ia menegaskan, agar sinkronisasi beberapa UU tersebut bisa dipercepat karena dapat meningkatkan kemandirian energi dan pendapatan negara serta memberikan dampak berantai (multiplier effect) bagi perekonomian.
Sebelumnya, Ketua Umum Indonesia Minning Association (IMA), Arief S Siregar menyatakan karena tidak adanya kepastian hukum di sektor pertambangan telah menyebabkan investasi sebesar US$ 10 miliar yang akan masuk ke Indonesia menjadi tertunda.
Ia menambahkan, dengan terjadinya benturan kepentingan karena tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan, maka pihaknya mengaharapkan, agar reformasi yang menghasilkan pembaruan disegala sektor, dicirikan dengan banyaknya peraturan perundangan untuk memajukan peran sektor masing-masing.
Untuk itu, harapnya, diperlukan kebijakan nasional yang dapat berada diatas kepentingan sektor yang berlandaskan kepentingan nasional.
Dikesempatan yang sama Ketua IAGI Lambok Hutasoit menjelaskan mengenai tumpang tindih diwilayah pertambangan dengan kawasan hutan yang masing menjadi masalah besar, karena itu menurutnya permasalahan tersebut memrlukan koordinasi serta kesepakatan antar departemen yakni Kementerian ESDM dan Departeman Kehutanan.
Selain itu, katanya, mekanisme atau prosedur perijinan eksplorasi dan pertambangan di kawasan hutan sudah ada dari departemen Kehutanan namun dalam prakteknya sering tidak sinkron dengan peraturan yang di buat Kementrian ESDM, sedangkan pemrosesan ijin memerlukan waktu yangn cukup lama, “Untuk ijin ini sendiri diperlukan waktu rata-rata lebih dari setahun,”tegas Lambok.
Untuk itu, ia meminta dan mendesak, agar koordinasi dan kesepakatan antara Kementerian ESDM dan Departemen Kehutanan segera diwujudkan dan di implementasikan melalui UU atau PP.
“Mengenai hal ini kami pernah memberikan masukan kepada Pemerintah mengenai RPP Pertambangan Mineral dan Batubara, utamanya berkaitan dengan penentuan wilayah pertambangan, IUP, serta data-data eksplorasi lainnya,”jelas Lambok.(sw) foto:iwan/parle/DS