DPR DESAK PEMERINTAH KAJI ULANG CAFTA
DPR mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang China-Asean Free Trade Agreement (Cafta). Hal itu diungkap Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dan Anis Matta didampingi Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning (F-PDI Perjuangan) dan sejumlah Anggota Komisi IX diantaranya Rieke Diah Pitaloka (F-PDI Perjuangan) dan Okky Asokawati (F-PPP) di ruang rapat Pimpinan DPR saat menerima sekitar tiga puluh orang perwakilan buruh dan tani yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Kamis (28/01).
“Kami berpendapat Cafta dikaji ulang dan ditunda,” tegas Priyo yang disambut riuh seluruh buruh.
Menurutnya, keputusan pemerintah melakukan perdagangan bebas dengan China sangat tidak tepat. ”Sudah tidak ada pijakan realistis,” katanya.
Menanggapi permintaan buruh dan tani supaya DPR mendesak pemerintah untuk menolak Cafta, Priyo menilai hal itu merupakan langkah yang berarti bagi Dewan dalam membicarakan hal tersebut dengan pemerintah.
Lebih jauh, ia meminta supaya Komisi IX DPR yang membidangi tenaga kerja untuk segera melakukan langkah pro aktif terkait dengan jaminan sosial bagi buruh.
Senada dengan Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR Anis Matta mendesak pemerintah untuk memperhatikan dengan serius tuntutan yang diajukan buruh dan tani terutama dalam hal kesejahteraan, jaminan sosial dan perdagangan bebas.
Anis menjelaskan bahwa Dewan akan segera melakukan pembicaraan dengan pemerintah dan hasilnya akan dipublikasikan kepada publik.
Sementara itu, Said Iqbal, salah seorang perwakilan buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia dalam pertemuan itu mendesak DPR untuk segera membatalkan Cafta. Ia menilai dampak Cafta lebih bahaya dibanding kasus Century.
”Cafta efeknya lebih dahsyat dibanding century. Kita tidak butuh perdagangan bebas, yang kami butuh adalah fair trade,” tegasnya.
Iqbal berharap Indonesia dapat merevisi kesepakatan perdagangan bebas seperti yang dilakukan Meksiko dan Argentina. ”Kami perlu sikap tegas. Batalkan itu (free trade). Arahkan pada fair trade,” katanya.
Selain menuntut hal tersebut, Federasi Serikat pekerja Metal Indonesia juga meminat pemerintah untuk lebih memperhatikan ansib TKI yang berada di luar negeri. ”Jangan hanya sebatas di bandara (cengkareng),” ujarnya.
Hal senada diungkap Surya Wijaya yang mewakili Dewan Tani Nasional. Menurutnya Cafta akan memberi dampak buruk bagi sektor pertanian. ”Sejak tiga tahun lalu dimana belum ada perdagangan bebas, sudah masuk bibit padi hibrida dari China,” jelasnya.
Ia menilai hal itu sangat merugikan masyarakat terutama petani mengingat bibit padi tersebut tidak dapat ditangkar di Indonesia sehingga setiap usai tanam, harus bersiap untuk impor bibit kembali.
”Ini membuat ketergantungan kita kepada China sangat besar,” katanya seraya menambahkan pangan merupakan salah satu sektor vital dalam hal ketahanan nasional.
Lebih jauh, Surya Wijaya meminta DPR untuk dapat bersikap tegas terhadap perdagangan bebas. ”Mudah-mudahan DPR dapat bersikap tegas menolak perdagangan bebas di Indonesia,” katanya. (bs) foto:oli/parle/DS