Perlu ‘Sarasehan Kebangsaan’ Tentukan Nasib Hukuman Mati di Indonesia
Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil saat mengikuti National Conference and Media Workshop on Death Penalty in Indonesia di Jakarta, sebagaimana dikutip Parlementaria dari unggahan di Instagram pribadinya, Kamis (4/11/2021). Foto: Ist
Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil menilai perlu semacam forum ‘Sarasehan Kebangsaan’ yang mempertemukan seluruh pemangku kepentingan untuk tentukan nasib Hukuman Mati (death penalty) di Indonesia. Sebab, ada atau tiadanya hukuman mati, menurutnya, adalah kebijakan kriminal (criminal policy) yang harus diputuskan oleh negara.
“Organisasi yang bernama negara harus segera mengambil sikap agar kita tidak terombang-ambing dan tetap menjaga kedaulatan penegakan hukum di Negeri Pancasila ini,” jelas Nasir Djamil saat mengikuti National Conference and Media Workshop on Death Penalty in Indonesia di Jakarta, sebagaimana dikutip Parlementaria dari unggahan di Instagram pribadinya, Kamis (4/11/2021).
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI ini menjelaskan Mahkamah Konstitusi di tahun 2012 telah memutuskan bahwa hukuman mati dibenarkan menurut UUD Tahun 1945 maupun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Meskipun hak hidup yang diatur dalam konstitusi adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights).
"Oleh karena itu, di DPR ketika membahas rancangan atau perubahan KUHP, itu dihadapkan dengan kelompok masyarakat, akademisi yang pro dan kontra dengan hukuman mati ini. Kami coba untuk mengompromi pro dan kontra ini (hukuman mati), dan tentu saja ini bagian dari transisi kami di samping mengevaluasinya,” tambahnya.
Dengan demikian, DPR RI akan mengevaluasi terkait dengan pidana hukuman mati, mengingat adanya pro dan kontra terhadap hukuman tersebut. Dengan kekuatan politik DPR yang nanti dapat diterjemahkan oleh fraksi-fraksi, kata dia, setiap fraksi tersebut dapat mengambil jalan tengah sebagai upaya dalam mengevaluasi ini. Apalagi, memang hak hidup itu tidak bisa dihilangkan dengan cara apa pun dan dalam bentuk apa pun.
“Perlu evaluasi ini seluruhnya, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga vonis pengadilan," jelas legislator dapil Nanggroe Aceh Darussalam II tersebut. Nasir mencontohkan, ketika seseorang dibunuh, artinya sudah menghilangkan hak hidup seseorang, padahal secara konstitusi mengatakan tidak boleh.
Di sisi lain, ada alternatif agar orang tidak dibunuh, misalnya mendapatkan maaf dari keluarga korban. Apalagi, ada konstitusi sebagai referensi lain bahwa tidak boleh menghilangkan nyawa orang lain. "Saya berusaha menyerap aspirasi dari teman-teman, kami berusaha untuk menengahi pro dan kontra ini sehingga kemudian ada alternatif terkait hukuman mati ini," tutup Nasir. (rdn/sf)