Hukuman Mati Bagi Akil, Revolusi Penegakan Hukum
Ketua Komisi III DPR RI Gede Pasek Suardika mengaku prihatin mendapat kabar tertangkap tangannya Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Muchtar dalam kasus dugaan suap. Baginya kondisi ini menunjukkan bangsa memerlukan revolusi dalam penegakan hukum bukan lagi sekedar reformasi hukum. Itu bisa dimulai dengan hukuman mati bagi sang hakim.
"Salah satu pemberat orang dihukum adalah posisi jabatannya. Kalau proses hukum ternyata memenuhi semua persyaratan demi rasa keadilan ide Pak Jimly (hukuman mati bagi hakim Akil) perlu dipertimbangkan sebagai bagian dari revolusi penegakan hukum," tandasnya kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/13).
Ia menyebut sejumlah langkah reformasi peradilan seperti peningkatan anggaran, kenaikan gaji, remunerasi ternyata belum cukup kuat mendorong penegak hukum bekerja dengan baik. Apalagi dalam RDPU minggu ini komisi yang dipimpinnya baru saja menerima data sepak terjang mafia hukum yang mengatur sejumlah kasus yang ditangani aparat.
"Dalam konteks revolusi hukum itu KPK kita dorong untuk fokus menangani kasus-kasus besar, yang kecil tinggalkan dulu, yang big fish kita sikat rame-rame," papar politisi FPD yang tahun depan mencalonkan diri menjadi senator DPD.
Ia berharap dalam kasus suap Ketua MK ini segenap pihak tidak rame-rame mengusulkan mengganti sistem yang sudah ada. Baginya yang penting sekarang adalah perbaikan, khusus bagi MK perlu mengefektifkan pengawasan bagi para hakim karena kekuasaan tanpa pengawasan pasti korup.
"Majelis kehormatan sudah dibentuk silahkan bekerja tetapi bagi saya begitu tersangka ditetapkan KPK, jangan sampai lewat 1x24 jam, segera beri sanksi diberhentikan dengan tidak hormat dari MK. Soalnya ini hakim yang memegang palu atas nama Tuhan," pungkas dia. (iky)foto:wahyu/parle